Pada suatu hari datang sekelompok tawanan kepada Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam. Diantara mereka ada seorang wanita yang telah penuh air susunya sedang mencari-cari anaknya. Tatkala menemukannya, dia dekap anaknya lalu menyusuinya. Kemudian nabi bersabda,” Apakah mungkin dia tega melemparkan anaknya ke dalam api?”. Para sahabat menjawab,” Tidak, jika dia mampu untuk tidak melemparnya”. Nabi bersabda,” Sungguh Allah lebih sayang kepada hamba-Nya dari pada wanita itu kepada anaknya”. (Hadits Muttafaqun ‘Alaih, dinukil dari Al Misykat nomer 2370)
Dari kisah tersebut, dapat disimpulkan bahwa Allah sangat menyayangi para hambaNya. Sehingga segala bentuk perintah dan laranganNya merupakan implementasi dari kasih sayang Allah. Maka tidaklah Allah memerintahkan sesuatu kecuali hal itu bermanfaat bagi hambaNya dan tidak pula melarang dari sesuatu melainkan karena merugikan mereka. Diantara perintah Allah, bahkan merupakan perintah yang paling agung adalah perintah untuk bertauhid. Dimana Allah berfirman:
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا
”Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang tua (ibu dan bapak), karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahaya”. [Q.S An-Nisa:36]
Dalam ayat di atas Allah memerintahkan hambaNya untuk bertauhid sebelum memerintahkan mereka untuk melakukan kebaikan yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa tauhid memiliki keutamaan dan mashlahat yang besar bagi manusia.
Makna Tauhid
Penting bagi setiap muslim mengetahuai makna tauhid. Sehingga mampu membedakan antara tauhid dan lawannya. Juga agar mampu mengintropeksi dirinya, apakah selama ini sudah bertauhid atau belum. Tauhid adalah mengesakan Allah, dan hal itu harus mencakup 3 jenis tauhid yaitu tauhid rububiyyah, uluhiyyah, dan asma’ wa sifat.(lihat penjelasannya dalam At Tamhid hal 6-7, cetakan darul Tauhid, Riyadh, thn 2002) Penjelasan untuk ketiga jenis tauhid sebagai berikut:
1. Tauhid Rububiyah
Yaitu mengesakan Allah dalam perbuatan-perbuatanNya. Diantaranya meyakini bahwa hanya Allah Ta’ala satu-satunya pencipta, pemberi rizki, pengatur alam semesta, zat yang menghidupkan dan mematikan. Allah berfirman yang artinya: ”Katakanlah,’Wahai Allah Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan-Mu-lah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha kuasa atas segala sesuatu. Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau beri rizki kepada siapa saja yang engkau kehendaki tanpa hisab (batas)”. [Q.S Ali ‘Imron: 26-27]
2. Tauhid Uluhiyyah
Yaitu mengesakan Allah Ta’ala dengan perbuatan hamba dalam rangka mendekatkan diri kepada-Nya (beribadah). Maka barang siapa yang beribadah hanya untuk Allah maka telah mentauhidkan-Nya. Sedangkan barang siapa beribadah untuk Allah dan selain-Nya maka telah berbuat kesyirikan. Adapun ibadah adalah segala sesuatu yang mencakup apa-apa yang Allah cintai dan ridhoi dari perkataan dan perbuatan baik zohir maupun batin. (lihat Al Mulakhos fi Syarhi Kitabit Tauhid, hal 9) diantaranya : berdo’a, bernazar, menyembelih kurban, bertawakkal, bertaubat, shalat, puasa, dan lain sebagainya. Allah berfirman:
وَقَالَ اللَّهُ لَا تَتَّخِذُوا إِلَهَيْنِ اثْنَيْنِ إِنَّمَا هُوَ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَإِيَّايَ فَارْهَبُونِ
”Allah berfirman,’ Janganlah kalian menyembah dua sesembahan. Sesungguhnya Dia-lah sesembahan Yang Maha esa,maka hendaklah kepada-Ku saja kamu takut”. [Q.S An Nahl: 51].
3. Tauhid Asma’ wa Sifat
Yaitu keyakinan tentang keesaan Allah Ta’ala dalam hal nama dan sifat-Nya. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa sebagian makhluk memiliki kesamaan sifat dengan Allah akan tetapi tidak sama dalam kesempurnaannya. Sebagai contoh, sebagian manusia memiliki sifat adil, tapi keadilannya tidak sempurna sesuai dengan derajatnya sebagai makhluk karena mungkin suatu ketika dia berbuat zolim kepada sesama. Adapun Allah, keadilannya sempurna sesuai dengan zat-Nya yang sempurna, Allah tidak pernah sekalipun menzolimi hamba-Nya. Berkaitan dengan tauhid jenis ini Allah berfirman:
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
”Hanya milik Allah-lah asmaul husna (nama-nama yang terbaik), maka mohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaul husna itu”. [Q.S Al A’raaf: 180].
Allah Ta’ala juga berfirman:
لِلَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالْآخِرَةِ مَثَلُ السَّوْءِ وَلِلَّهِ الْمَثَلُ الْأَعْلَى وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
”Orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akherat mempunyai sifat yang buruk. Dan Allah memiliki sifat yang maha tinggi”. [Q.S An Nahl:60]
Apakah anda sudah bertauhid?
Untuk memperjelas makna tauhid ada baiknya kita simak beberapa soal sebagai berikut.
1. Seseorang rajin shalat 5 waktu di masjid. Dia juga telah naik haji 7 kali. Suatu ketika dia membeli rumah tua dan menyembelih seekor kerbau untuk dipersembahkan kepada jin penunggu rumah. Apakah dia seorang yang bertauhid? Jawabnya: Dia bukan orang yang bertauhid karena Allah berkurban merupakan ibadah, dan memberikan ibadah kepada selain Allah melanggar tauhid uluhiyah, Allah berfirman:
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ ● فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ ● إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
“Sesungguhnya telah Kami berikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka tegakkanlah sholat untuk Tuhanmu dan berkurbanlah (untuk-Nya). Sesungguhnya orang yang membenci kamu dialah yang terputus”. [Q.S Al Kautsar:1-3]
2. Seseorang dipanggil pak haji karena sudah berkali-kali menunaikan haji. Dia meyakini bahwa penguasa pantai selatan adalah Nyai Roro Kidul. Dia juga meyakini kalau badai di laut atas kehendak Nyai Roro Kidul. Apakah dia telah bertauhid? Jawabnya: Dia belum bertauhid karena meyakini bahwa ada makhluk selain Allah mempunyai kekuasaan untuk mengatur sebagian alam. Ini merupakan pelanggaran tauhid rububiyyah.
3. Seseorang mengaku dirinya sebagai muslim. Dia mengatakan bahwa Allah di mana-mana. Karena dimana pun kita berdo’a pasti Allah mendengarnya. Apakah dia sudah bertauhid? Jawabnya: Dia belum bertauhid dengan benar karena menyelisihi firman Allah:
أَأَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ يَخْسِفَ بِكُمُ الْأَرْضَ فَإِذَا هِيَ تَمُورُ
”Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di atas langit bahwa Dia akan menjungkir balikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu berguncang?” [Q.S Al Mulk:16].
Ayat ini menjelaskan bahwa di antara sifat-Nya adalah berada di atas langit bukan di mana-mana. Tentunya dengan pemahaman bahwa ilmu Allah mencakup segala sesuatu, Dia mengetahui dan mendengar segala sesuatu di mana pun itu. Orang tersebut telah melakukan pelanggaran dalam tauhid asma’ sa sifat.
Kenapa aku harus bertauhid?
Bisa jadi sebagian orang akan bertanya kenapa dia harus menjadi manusia bertauhid? Apa keuntungan baginya jika dia bertauhid? Tauhid memiliki keutamaan yang banyak sehingga manusia akan merasa untung jika dia menjadi sosok ahli tauhid. Cukuplah satu ayat ini menjadi ‘iming-iming’ bagi kita agar senantiasa memperhatikan dan memprioritaskan tauhid:
الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ
”Orang-orang beriman dan tidak mencampur-adukkan keimanan mereka dengan kezaliman, mereka itulah orang-orang yang mendapatkan keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapatkan petunjuk” [Q.S Al An’am:82].
Yang dimaksud dengan orang-orang beriman adalah ahli tauhid. Sedangkan maksud kezoliman di sini adalah kesyirikan. Ahli tauhid yang tidak berbuat kesyirikan akan mendapatkan rasa aman dan petunjuk di dunia dan di akherat. Keamanan di dunia berupa ketenangan jiwa dan terbebas dari ketakutan serta kesedihan yang keliru. Sehingga seorang ahli tauhid tidak akan merasa takut dan khawatir tertimpa kesialan ketika kejatuhan cicak, berbeda dengan sebagian masyarakat kita yang meyakini bahwa kejatuhan cicak merupakan pertanda buruk. Adapun keamanan di akherat berupa terhindar dari azab. Sedangkan petunjuk di dunia berupa ilmu yang bermanfaat dan amal sholih. Adapun petunjuk di akherat berupa kemudahan masuk ke dalam surga. Semakin murni kadar tauhidnya semakin besar pula jaminan keamanan dan petunjuk yang akan diraihnya begitu pula sebaliknya. (lihat At Tamhid hal 24-25, Al Mulakhos hal22, Mutiara Faidah Kitab At Tauhid karangan Ustad Abu Isa bin Salam dalam bab Keistimewaan Tauhid). Kita mohon kepada Allah agar menjadikan kita sebagai ahli tauhid dan meraih keutamaannya. Amin.
Ihya’usunnah Tasik Malaya
Ust. Abu Ahmad Roby